Sabtu, 30 Juni 2012

MEMBURU LAILATUL QADAR

MEMBURU LAILATUL QADAR
Oleh Ust. ALI ZAIDI Al-Khoththoth

Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….
Segala puja dan puji syukur mari sama-sama kita panjatkan ke hadirat Allah ‘Azza wa jalla, Dzat yang Maha Pengasih dan yang Maha Penyayang, yang kepada-Nya kita bergantung dan memohon pertolongan serta ampunan. Yang dengan kasih sayang Allah jua kita masih mendapatkan cucuran nikmat-Nya nan berlimpah yakni nikmat Iman, nikmat Islam, nikmat sehat wal’afiat, juga nikmat kesempatan dan panjang umur, sehingga kita dapat melaksanakan kewajiban sholat Jum’ah di rumah Allah nan mulia ini, serta kesempatan dapat bertemu kembali dengan bulan suci nan mulia. Bulan agung yang terhampar lautan rahmat dan ampunan Allah. Bulan tempat mensucikan diri dan pembakaran atas segala noda dosa. Tempat seorang hamba untuk lebih mendekatkan diri kepada sang Penciptanya. Bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, ditutup rapatlah pintu-pintu neraka, dibelenggulah syaithan-syaithan dan dilipatgandakan setiap amal kebaikan. Bulan kesabaran, bulan turunnya Al-Qur’an,  yakni bulan suci Ramadhan. Semoga segala amal ibadah kita; baik ibadah nahdhoh maupun yang sunnah serta shoum kita di bulan Ramadhan ini diterima dan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Amin Yaa Robbal ‘alamin.

Sholawat dan salam semoga selalu membasahi bibir kita, untuk kita haturkan kepada junjungan mulia, suri tauladan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada seluruh keluarganya, sahabatnya dan orang-orang sholeh yang mengikuti risalahnya. Semoga kita sebagai ummatnya dapat senantiasa istiqomah menapaki jalan sunnah-sunnahnya, sehingga dalam sepanjang kehidupan kita selalu berada pada jalan yang lurus (jalan dienul haq) yakni ajaran agama Islam, selamat fiddiini waddun-ya ilal-akhiroh serta mendapatkan syafa’atnya di yaumul qiyamah kelak. Amin Yaa Robbal ‘alamin.


Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….
Hari ini kita sama-sama kembali berada dan menikmati sebuah anugerah Allah yang begitu mahal. Yaitu bersua kembali dengan Ramadhan; bulan suci nan agung penuh berkah.

Ketika Ramadhan tiba, Rasulullah SAW selalu mengingatkan para sahabatnya. Anas bin Malik berkata ; “Ramadhan telah tiba, maka Rasulullah saw bersdabda, Sungguh, bulan ini telah hadir di tengah-tengah kalian, di dalamnya terdapat satu malam yang keutamaannya lebih baik dari seribu bulan. Siapa diharamkan mendapatkannya, maka diharamkan segala kebaikan untuknya, dan tidak diharamkan kebaikannya kecuali orang yang telah diharamkan.” (HR. Ibnu Majah).

Kita tentu tidak ingin menjadi orang-orang yang diharamkan dari keutamaan dan kemuliaan Ramadhan, Karena diharamkan berarti kerugian besar dalam hidup ini. Kita ingin agar Ramadhan justru menyapa kita, memberikan segala keutamaannya, dan meninggalkan pengaruh positif dalam jiwa kita. Bagaimana kita mendapatkannya ? Karena itulah pada kesempatan ini, alfaqir akan menyampaikan sebuah tema dengan judul:  “MEMBURU LAILATUL QADAR”.

Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….

Bulan Ramadhan  merupakan bulan yang di dalamnya berlimpah berjuta ni'mat, dimana Allah telah turunkan  Al-Qur'an sebagai hudan linnas (petunjuk bagi manusia) dan Allah perintahkan kewajiban berpuasa, puasa yang merupakan ibadah pengendalian diri atas hawa nafsu dan syahwat,  agar dengan puasa itu kita menjadi pribadi-pribadi manusia yang bertaqwa. Dan pada bulan ini pula Allah turunkan anugerah nan melimpah yang merupakan puncak kemuliaan Ramadhan yaitu anugerah "lailatul qadar". Hal ini Allah telah terangkan dalam Surat Al-Qadr yang berbunyi :

1- { إنا أنزلناه } أي القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى السماء الدنيا  { في ليلة القدر } أي الشرف العظيم

1.     (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya) yaitu menurunkan Alquran seluruhnya secara sekali turun dari lauhilmahfuz hingga ke langit dunia  (pada malam kemuliaan) yaitu malam Lailatulqadar, malam yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran.

Dalam   Tafsir   Jalalain   diterangkan bahwa  Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia pada Lailatul Qodar, yakni pada malam kemuliaan yang agung.  Ibnu Abbas Ra dalam tafsirnya menerangkan bahwa; dalam ayat ini Allah SWT berfirman: “Kami menurunkan Jibril As dengan membawa Al-Qur’an sekaligus ke langit dunia pada Lailatul Qodar, yakni malam keputusan dan ketetapan serta malam yang diberkahi dengan ampunan dan rahmat”. Setelah itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW.

As-Shabuny  dalam  Shafwatut  Tafaasiir  menerangkan bahwa Surat Al-Qodar adalah surat Makkiyyah, membicarakan tentang permulaan turunnya Al-Qur’anul Azhim, tentang keutamaan Lailatul Qodar atas hari-hari dan bulan-bulan yang lain sebagai pemuliaan atas turunnya Al-Qur’anul Mubin. Juga membahas tentang turunnya para malaikat pada malam itu hingga terbit fajar. Para ulama menerangkan bahwa dinamakan Lailatul Qodar karena keagungan dan kemuliaannya.

Sedangkan yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an adalah turunnya Al-Qur’an dari Lauhul Mahfuzh (papan yang terjaga di sisi Allah) ke Baitul Izzah di langit dunia sekaligus, kemudian Jibril menurunkannya ke bumi secara terpisah-pisah sesuai dengan peristiwa yang dialami Rasulullah  selama 23 tahun masa kerasulannya.

2 - { وما أدراك } أعلمك يا محمد { ما ليلة القدر } تعظيم لشأنها وتعجيب منه

2.                  (Dan tahukah kamu) Hai Muhammad (apakah malam kemuliaan itu?) ungkapan ini sebagai pernyataan takjub atas keagungan yang terdapat pada Lailatulqadar.

As Shabuni dalam tafsirnya menerangkan bahwa pertanyaan dalam firman Allah SWT :  wamaa adraaka maa Lailatul Qodar?  (dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu) merupakan pengagungan urusannya. Artinya, tahukah engkau wahai Muhammad SAW. Apa itu Lailatul Qodar yang mulia? Dalam hal ini Al-Khazin yang dikutip As Shabuni menerangkan seolah Allah SWT berfirman: “Adakah sesuatu yang sampai kepada ilmumu tentang kemuliaan dan betapa keutamaannya”.  Lalu Allah merinci keutamaannya pada tiga hal:

3 - { ليلة القدر خير من ألف شهر } ليس فيها ليلة القدر فالعمل الصالح فيها خير منه في ألف شهر ليست فيها

3.    (Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan) yang tidak ada malam lailatulqadarnya; beramal saleh pada malam itu pahalanya jauh lebih besar dan lebih baik daripada beramal saleh yang dilakukan selama seribu bulan yang tidak mengandung malam lailatulqadar.

Pertama, Allah berfirman  :  “Laitul Qodri khairun min alfi syahrin”. Lailatul Qodar itu memiliki kemuliaan dan keutamaan yang lebih daripada ibadah selama seribu bulan. Karena dikhususkan pada malam itu turunnya Al-Qur’an Al Karim. Para mufassir mengatakan bahwa; amal shalih pada Lailatul Qodar lebih baik daripada amal selama seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qodar.

Imam Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadits melalui Mujahid yang menceritakan, bahwa di kalangan orang-orang Bani Israel terdapat seorang laki-laki yang setiap malam selalu shalat hingga pagi hari, kemudian pada siang harinya ia selalu memanggul senjata berjihad melawan musuh-musuh Allah hingga sore harinya. Hal tersebut dilakukannya selama seribu bulan secara terus-menerus.

Maka hal itu mengagumkan Rasulullah SAW. Dan kaum muslimin. Lalu Rasulullah SAW. Berangan-angan untuk umatnya. Lalu beliau SAW. Berkata: “Ya Rabb, engkau jadikan umatku paling pendek umurnya di antara umat-umat yang ada dan paling sedikit amalnya!’. Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Lailatulqadar (malam kemuliaan) itu lebih baik daripada seribu bulan." (Q.S. Al Qadar, 3)  Maksudnya, beramal saleh pada malam lailatulkadar itu pahalanya jauh lebih baik dan lebih besar daripada amalan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari Bani Israel itu. Mujahid berkata:   Amal saleh, berpuasa, dan melaksanakan qiyamul lail pada Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu bulan. Inilah keutamaan pertama dari Lailatul Qodar.

Kedua, lalu Allah SWT berfirman:

{ تنزل الملائكة } بحذف إحدى التاءين من الأصل { والروح } أي جبريل { فيها } في الليلة { بإذن ربهم } بأمره { من كل أمر } قضاه الله فيها لتلك السنة إلى قابل ومن سببه بمعنى الباء

004. (Turunlah malaikat-malaikat) bentuk asal dari lafal Tanazzalu adalah Tatanazzalu, kemudian salah satu huruf Ta-nya dibuang, sehingga jadilah Tanazzalu (dan Ar-Ruh) yakni malaikat Jibril (di malam itu) artinya pada malam kemuliaan/lailatulkadar itu (dengan izin Rabbnya) dengan perintah dari-Nya (untuk mengatur segala urusan) atau untuk menjalankan ketetapan Allah buat tahun itu hingga tahun berikutnya, hal ini terjadi pada malam kemuliaan itu.

Artinya; yakni mereka (Jibril AS dan para malaikat) turun ke bumi  dengan seizin Rabbnya dengan membawa segala urusan yang telah di putuskan dan ditetapkan Allah SWT  untuk tahun itu hingga tahun berikutnya.

Ketiga, Allah SWT berfirman:

5 - { سلام هي } خبر مقدم ومبتدأ { حتى مطلع الفجر } بفتح اللام وكسرها إلى وقت طلوعه جعلت سلاما لكثرة السلام فيها من الملائكة لا تمر بمؤمن ولا بمؤمنة إلا سلمت عليه

005. (Malam itu penuh dengan kesejahteraan) lafal ayat ini sebagai Khabar Muqaddam atau Khabar yang didahulukan, sedangkan Mubtadanya ialah (sampai terbit fajar) dapat dibaca Mathla'al Fajri dan Mathla'il Fajri, artinya hingga waktu fajar.

Malam itu dinamakan sebagai malam yang penuh dengan kesejahteraan, karena para malaikat banyak mengucapkan salam, yaitu setiap kali melewati seorang mukmin baik laki-laki maupun perempuan mereka selalu mengucapkan salam kepadanya.

Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….
Kapan turunnya Lailatul Qadar tersebut ?. Rasulullah saw bersabda :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa seorang laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bermimpi bahwa Lailatul Qadar terdapat pada tujuh hari terakhir (dari bulan Ramadlan). Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku juga bermimpi seperti mimpimu itu, melihat Lailatul Qadr itu jatuh bertepatan pada tujuh hari terakhir bulan Ramadlan. Maka siapa yang mencarinya, carilah dalam tujuh hari terakhir itu."

و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Carilah Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir (dari bulan Ramadlan)."

Sesuai namanya, al-Qadar yang berarti ukuran, pengaturan, ketentuan; maka Lailatul Qadar adalah malam penentuan bagi kesempurnaan ukuran kualitas pribadi dan pengaturan program dari suara hati manusia. Jika seseorang tergerak hatinya untuk melakukan perbaikan sosial misalnya, lailatul qadar pertamanya adalah malam penentuan untuk perbaikan dirinya sendiri, dan upaya perbaikan diri akan tampak pada sebelas bulan setelahnya.
Pada Ramadhan berikutnya, jika ia berhasil maka ia akan menemui malam penentuan baru untuk hal baru, yang kemudian untuk dilaksanakan setelah Ramadhan. Begitu secara terus menerus hingga suara hati itu menjadi jalan hidupnya. Seorang shaleh menasehatkan : “Jika engkau ingin tahu apakah dirimu telah mendapatkan lailatul Qadar, maka lihatlah perubahan perilakumu setelah Ramadhan” . Seseorang yang perubahan perilakunya selalu mengarah kepada kebaikan setelah Ramadhan usai, itulah diantara ciri orang yang mendapatkan lailatulqadar.

Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….

Berkaitan dengan upaya kita memburu lailatul qadar, Rasulullah SAW mengajarkan dan mengajak kita untuk melakukan I’tikaf dan meningkatkan volume ibadah kita di sepuluh akhir bulan Ramadhan ini. Imam Ibnu Qoyyim ra. berkata; Maksud I’tikaf adalah menghubungkan ruh dan hati orang yang ber-I’tikaf itu dengan Dzat Allah SWT, yang Maha Suci yaitu memutuskan hubungannya dengan selain Allah SWT, memusatkan perhatiannya hanya kepada Allah dan mengalihkan kesibukannya dari selain Allah SWT, kepada Dzat-Nya yang Maha Suci untuk menumbuhkan kecintaan kepada Allah. Sebagaimana Rasulullah contohkan sebagai berikut;  

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya : 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila memasuki sepuluh hari -- yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan-- mengencangkan kain sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. Muttafaq Alaihi.

وَعَنْهَا: - أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Artinya : “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri'tikaf sepeninggalnya”. Muttafaq Alaihi.

Seorang ulama besar Imam Malik memberikan contoh kepada kita, apa yang ia lakukan jika telah memasuki Ramadhan. Beliau menutup kitab-kitabnya, tidak berfatwa dan tidak melayani berdiskusi dengan orang lain. Ia hanya mengambil Al-Qur’an dan berkata, “Bulan ini adalah bulan Ramadhan, bulannya Al-Qur’an” ia lalu pergi ke masjid dan menetap di dalamnya, memperbanyak shalat, tilawah dan dzikir sampai bulan Ramadhan berlalu.

Lihat pula Imam Ahmad ra. Apabila Ramadhan tiba, lelaki alim yang tekun beribadah ini memasuki masjid dan menetap di dalamnya. Di sana ia bertasbih dan beristighfar. Setiap kali wudhunya batal ia segera memperbaharui wudhunya, ia tidak pernah pulang ke rumahnya kecuali untuk makan, minum dan tidur. Ia berkata, “Bulan ini adalah bulan yang akan menghapus dosa-dosa, kami tidak ingin menyamakannya dengan bulan-bulan yang lain yang terkadang kami isi dengan perbuatan maksiat, salah dan dosa.”

Imam Malik dan Imam Ahmad ra, melakukan itu karena mereka sadar, bahwa Ramadhan itu sangat mahal dan terbatas, sebatas hidup mereka di dunia. Mereka harus beribadah lebih banyak di bulan itu supaya tidak menyesal karena kehilangan kesempatan yang sangat berharga.

 Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….

Jelaslah bahwa Lailatul Qodar adalah malam kemuliaan yang penuh dengan keutamaan. Oleh karena itu, sudah selayaknya umat Islam sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW serta beriman kepada Al-Qur’an dan hari akhir, memburu kebaikan dan keberkahan dari malam Lailatul Qodar dengan melaksanakan ibadah shaum dan qiyam Ramadhan dengan sebaik-baiknya serta menambah amal-amal shaleh lainnya, seperti ; membaca dan mengkaji Al-Qur’an serta memperbanyak shadaqah di malam malam yang dijanjikan akan turun Lailatul Qodar, yakni pada sepuluh malam terakhir (asyrul awakhir) dari bulan Ramadhan. Selain memburu Lailatul Qodar dengan memperbanyak amal shalih dan memohon ampunan untuk diri dan keluarga, hendaknya kita umat Islam banyak berdo’a bagi keselamatan bangsa dan negara yang kian terpuruk ini serta memohon kepada Allah SWT agar digerakkan hati para ulama dan pejuang Islam untuk terjun ke lapangan dakwah mengubah nasib bangsa dan Negara muslim terbesar ini agar Islam berdaulat di bumi pertiwi ini. Wallahul musta’an!

Ramadhan adalah musim semi bagi sebuah pohon taqwa, setelah selama sebelas bulan lalu daun-daunnya berguguran ditimpa kemarau ibadah. Ranting-rantingnya nyaris patah diterpa angin maksiat. Ramadhan datang untuk mengembalikan keindahan pohon taqwa, dengan memberikan naungan berjuta kebaikan, serta memberi buah ibadah sepanjang musim dengan izin Rabb-nya. Sehingga ketika gema hari kemenangan menggaung membahana di seluruh penjuru bumi, maka fajar kegembiraan di hari raya ‘Idul  Fitri itu dapat kita rasakan keindahannya dalam rajutan tali silaturrahim dengan bersuka cita serta memungkinkan kita berada dalam keadaan taqwa sepanjang tahun yang akan datang.

Hadirin, marilah kita merenung sejenak. Dahulu kita lahir sendiri. Tidak punya apa-apa. Sebagian kita mungkin kemudian punya begitu banyak karunia, rezeki dan kenikmatan lainnya. Tumbuh menjadi pintar, dewasa, dan mungkin kaya. Bagi sebagian kita, mungkin semua itu tinggal kisah masa lalu. Sebagian yang lain mungkin sedang mencoba mewariskan kebesaran itu pada anak cucunya. Sebagian lagi mungkin tanpa bisa mengelak, tengah bersiap-siap mengubur kebesaran itu menjadi masa lalu yang hanya akan menjadi prasasti kenangan.

Dahulu kita lahir sendiri. Tidak punya apa-apa. Bila kita menjadi ramai bersama orang lain, atau menjadi punya begitu banyak apa-apa, sejujurnya, ada saat segalanya seperti jarum jam yang berputar kembali ; kita kembali sendiri dan tak punya apa-apa.

Maka di Ramadhan yang mulia ini, saat sumber kekayaan spiritual dilapangkan luas-luas, saat bermacam karunia tak diberikan pada bulan lainnya, harus ada kekhawatiran bagi kita, jangan-jangan ini Ramadhan terakhir kita.

Wallaahu a’lam bishshowaab.

Oleh : Ali Zaidi Al-Khoththoth




Tidak ada komentar: