MEMBURU LAILATUL QADAR
Oleh
Ust. ALI ZAIDI Al-Khoththoth
Segala
puja dan puji syukur mari sama-sama kita panjatkan ke hadirat Allah ‘Azza wa
jalla, Dzat yang Maha Pengasih dan yang Maha Penyayang, yang kepada-Nya kita
bergantung dan memohon pertolongan serta ampunan. Yang dengan kasih sayang
Allah jua kita masih mendapatkan cucuran nikmat-Nya nan berlimpah yakni nikmat
Iman, nikmat Islam, nikmat sehat wal’afiat, juga nikmat kesempatan dan panjang
umur, sehingga kita dapat
melaksanakan kewajiban sholat Jum’ah di rumah Allah nan mulia ini, serta
kesempatan dapat bertemu kembali dengan bulan suci nan mulia. Bulan agung yang
terhampar lautan rahmat dan ampunan Allah. Bulan tempat mensucikan diri dan
pembakaran atas segala noda dosa. Tempat seorang hamba untuk lebih mendekatkan
diri kepada sang Penciptanya. Bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, ditutup
rapatlah pintu-pintu neraka, dibelenggulah syaithan-syaithan dan
dilipatgandakan setiap amal kebaikan. Bulan kesabaran, bulan turunnya
Al-Qur’an, yakni bulan suci Ramadhan. Semoga
segala amal ibadah kita; baik ibadah nahdhoh maupun yang sunnah serta shoum
kita di bulan Ramadhan ini diterima dan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah
SWT. Amin Yaa Robbal ‘alamin.
Sholawat
dan salam semoga selalu membasahi bibir kita, untuk kita haturkan kepada
junjungan mulia, suri tauladan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada seluruh
keluarganya, sahabatnya dan orang-orang sholeh yang mengikuti risalahnya.
Semoga kita sebagai ummatnya dapat senantiasa istiqomah menapaki jalan sunnah-sunnahnya,
sehingga dalam sepanjang kehidupan kita selalu berada pada jalan yang lurus (jalan
dienul haq) yakni ajaran agama Islam, selamat fiddiini waddun-ya ilal-akhiroh
serta mendapatkan syafa’atnya di yaumul qiyamah kelak. Amin Yaa Robbal ‘alamin.
Wahai saudaraku para perindu surga yang
dirahmati Allah swt….
Hari ini kita
sama-sama kembali berada dan menikmati sebuah anugerah Allah yang begitu mahal.
Yaitu bersua kembali dengan Ramadhan; bulan suci nan agung penuh berkah.
Ketika Ramadhan tiba,
Rasulullah SAW selalu mengingatkan para sahabatnya. Anas bin Malik berkata ; “Ramadhan telah tiba, maka Rasulullah saw
bersdabda, Sungguh, bulan ini telah hadir di tengah-tengah kalian, di dalamnya
terdapat satu malam yang keutamaannya lebih baik dari seribu bulan. Siapa
diharamkan mendapatkannya, maka diharamkan segala kebaikan untuknya, dan tidak
diharamkan kebaikannya kecuali orang yang telah diharamkan.” (HR. Ibnu
Majah).
Kita
tentu tidak ingin menjadi orang-orang yang diharamkan dari keutamaan dan
kemuliaan Ramadhan, Karena diharamkan berarti kerugian besar dalam hidup ini.
Kita ingin agar Ramadhan justru menyapa kita, memberikan segala keutamaannya,
dan meninggalkan pengaruh positif dalam jiwa kita. Bagaimana kita
mendapatkannya ? Karena itulah pada kesempatan ini, alfaqir akan menyampaikan
sebuah tema dengan judul: “MEMBURU
LAILATUL QADAR”.
Wahai
saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang di dalamnya berlimpah
berjuta ni'mat, dimana Allah telah turunkan
Al-Qur'an sebagai hudan linnas
(petunjuk bagi manusia) dan Allah perintahkan kewajiban berpuasa, puasa
yang merupakan ibadah pengendalian diri atas hawa nafsu dan syahwat, agar dengan puasa itu kita menjadi
pribadi-pribadi manusia yang bertaqwa. Dan pada bulan ini pula Allah turunkan
anugerah nan melimpah yang merupakan puncak kemuliaan Ramadhan yaitu anugerah "lailatul
qadar". Hal ini Allah telah terangkan dalam Surat Al-Qadr yang
berbunyi :
1- { إنا أنزلناه } أي القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى
السماء الدنيا { في ليلة القدر } أي الشرف
العظيم
1. (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya) yaitu menurunkan
Alquran seluruhnya secara sekali turun dari lauhilmahfuz hingga
ke langit dunia (pada malam
kemuliaan) yaitu malam Lailatulqadar, malam
yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran.
Dalam Tafsir
Jalalain diterangkan bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT sekaligus
dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia pada Lailatul Qodar, yakni pada malam
kemuliaan yang agung. Ibnu Abbas Ra
dalam tafsirnya menerangkan bahwa; dalam ayat ini Allah SWT berfirman: “Kami menurunkan Jibril As dengan membawa
Al-Qur’an sekaligus ke langit dunia pada Lailatul Qodar, yakni malam keputusan
dan ketetapan serta malam yang diberkahi dengan ampunan dan rahmat”. Setelah
itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW.
As-Shabuny dalam
Shafwatut Tafaasiir menerangkan bahwa Surat Al-Qodar adalah surat
Makkiyyah, membicarakan tentang permulaan turunnya Al-Qur’anul Azhim, tentang
keutamaan Lailatul Qodar atas hari-hari dan bulan-bulan yang lain sebagai
pemuliaan atas turunnya Al-Qur’anul Mubin. Juga membahas tentang turunnya para
malaikat pada malam itu hingga terbit fajar. Para ulama menerangkan bahwa
dinamakan Lailatul Qodar karena keagungan dan kemuliaannya.
Sedangkan yang
dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an adalah turunnya Al-Qur’an dari Lauhul
Mahfuzh (papan yang terjaga di sisi Allah) ke Baitul Izzah di langit dunia
sekaligus, kemudian Jibril menurunkannya ke bumi secara terpisah-pisah sesuai
dengan peristiwa yang dialami Rasulullah selama 23 tahun masa kerasulannya.
2 - { وما أدراك } أعلمك يا محمد { ما ليلة القدر } تعظيم لشأنها
وتعجيب منه
2.
(Dan
tahukah kamu) Hai Muhammad (apakah malam kemuliaan itu?) ungkapan ini sebagai
pernyataan takjub atas keagungan yang terdapat pada Lailatulqadar.
As
Shabuni dalam tafsirnya menerangkan bahwa pertanyaan dalam firman Allah SWT
: wamaa
adraaka maa Lailatul Qodar? (dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu) merupakan pengagungan urusannya.
Artinya, tahukah engkau wahai Muhammad SAW. Apa itu Lailatul Qodar yang mulia?
Dalam hal ini Al-Khazin yang dikutip As Shabuni menerangkan seolah Allah SWT
berfirman: “Adakah sesuatu yang sampai
kepada ilmumu tentang kemuliaan dan betapa keutamaannya”. Lalu Allah merinci keutamaannya pada tiga hal:
3 - { ليلة القدر خير من ألف شهر } ليس فيها ليلة القدر فالعمل
الصالح فيها خير منه في ألف شهر ليست فيها
3. (Malam kemuliaan itu lebih baik
daripada seribu bulan) yang tidak ada malam lailatulqadarnya; beramal saleh pada malam
itu pahalanya jauh lebih besar dan lebih baik daripada beramal saleh yang
dilakukan selama seribu bulan yang tidak mengandung malam lailatulqadar.
Pertama,
Allah berfirman : “Laitul
Qodri khairun min alfi syahrin”. Lailatul Qodar itu memiliki kemuliaan dan
keutamaan yang lebih daripada ibadah selama seribu bulan. Karena
dikhususkan pada malam itu turunnya Al-Qur’an Al Karim. Para mufassir
mengatakan bahwa; amal shalih pada Lailatul Qodar lebih baik daripada amal
selama seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qodar.
Imam
Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadits melalui Mujahid yang menceritakan,
bahwa di kalangan orang-orang Bani Israel terdapat seorang laki-laki yang
setiap malam selalu shalat hingga pagi hari, kemudian pada siang harinya ia
selalu memanggul senjata berjihad melawan musuh-musuh Allah hingga sore
harinya. Hal tersebut dilakukannya selama seribu bulan secara terus-menerus.
Maka
hal itu mengagumkan Rasulullah SAW. Dan kaum muslimin. Lalu Rasulullah SAW.
Berangan-angan untuk umatnya. Lalu beliau SAW. Berkata: “Ya Rabb, engkau jadikan umatku paling pendek umurnya di antara
umat-umat yang ada dan paling sedikit amalnya!’. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Lailatulqadar (malam kemuliaan) itu lebih baik daripada seribu
bulan." (Q.S. Al Qadar, 3) Maksudnya,
beramal saleh pada malam lailatulkadar itu pahalanya jauh lebih baik dan lebih
besar daripada amalan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari Bani Israel
itu. Mujahid
berkata: Amal saleh, berpuasa, dan
melaksanakan qiyamul lail pada Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu bulan.
Inilah keutamaan pertama dari Lailatul Qodar.
Kedua, lalu Allah SWT
berfirman:
{ تنزل الملائكة } بحذف إحدى التاءين من الأصل { والروح } أي جبريل
{ فيها } في الليلة { بإذن ربهم } بأمره { من كل أمر } قضاه الله فيها لتلك السنة
إلى قابل ومن سببه بمعنى الباء
004. (Turunlah malaikat-malaikat) bentuk asal
dari lafal Tanazzalu adalah Tatanazzalu, kemudian salah satu huruf Ta-nya
dibuang, sehingga jadilah Tanazzalu (dan Ar-Ruh) yakni malaikat Jibril (di
malam itu) artinya pada malam kemuliaan/lailatulkadar itu (dengan izin Rabbnya)
dengan perintah dari-Nya (untuk mengatur segala urusan) atau untuk menjalankan
ketetapan Allah buat tahun itu hingga tahun berikutnya, hal ini terjadi pada
malam kemuliaan itu.
Artinya; yakni
mereka (Jibril
AS dan para malaikat) turun ke bumi dengan seizin
Rabbnya dengan membawa segala urusan yang telah di putuskan dan ditetapkan Allah SWT untuk tahun itu hingga tahun berikutnya.
Ketiga, Allah
SWT berfirman:
5 - {
سلام هي } خبر مقدم ومبتدأ { حتى مطلع الفجر } بفتح اللام وكسرها إلى وقت طلوعه
جعلت سلاما لكثرة السلام فيها من الملائكة لا تمر بمؤمن ولا بمؤمنة إلا سلمت عليه
005. (Malam itu penuh dengan
kesejahteraan) lafal ayat ini sebagai Khabar Muqaddam atau Khabar yang
didahulukan, sedangkan Mubtadanya ialah (sampai terbit fajar) dapat dibaca
Mathla'al Fajri dan Mathla'il Fajri, artinya hingga waktu fajar.
Malam itu
dinamakan sebagai malam yang penuh dengan kesejahteraan, karena para malaikat
banyak mengucapkan salam, yaitu setiap kali melewati seorang mukmin baik
laki-laki maupun perempuan mereka selalu mengucapkan salam kepadanya.
Wahai saudaraku para perindu surga yang
dirahmati Allah swt….
Kapan turunnya Lailatul Qadar tersebut ?. Rasulullah saw
bersabda :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي
الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ
الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ
الْأَوَاخِرِ
Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa seorang
laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bermimpi bahwa
Lailatul Qadar terdapat pada tujuh hari terakhir (dari bulan Ramadlan). Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku juga bermimpi
seperti mimpimu itu, melihat Lailatul Qadr itu jatuh bertepatan pada tujuh hari
terakhir bulan Ramadlan. Maka siapa yang mencarinya, carilah dalam tujuh hari
terakhir itu."
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ
الْقَدْرِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia
berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu
Umar radliallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Carilah Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir (dari bulan
Ramadlan)."
Sesuai namanya, al-Qadar yang berarti ukuran, pengaturan,
ketentuan; maka Lailatul Qadar adalah malam penentuan bagi kesempurnaan ukuran
kualitas pribadi dan pengaturan program dari suara hati manusia. Jika seseorang
tergerak hatinya untuk melakukan perbaikan sosial misalnya, lailatul qadar
pertamanya adalah malam penentuan untuk perbaikan dirinya sendiri, dan upaya
perbaikan diri akan tampak pada sebelas bulan setelahnya.
Pada Ramadhan
berikutnya, jika ia berhasil maka ia akan menemui malam penentuan baru untuk
hal baru, yang kemudian untuk dilaksanakan setelah Ramadhan. Begitu secara
terus menerus hingga suara hati itu menjadi jalan hidupnya. Seorang shaleh
menasehatkan : “Jika engkau ingin tahu
apakah dirimu telah mendapatkan lailatul Qadar, maka lihatlah perubahan perilakumu
setelah Ramadhan” . Seseorang yang perubahan perilakunya selalu mengarah
kepada kebaikan setelah Ramadhan usai, itulah diantara ciri orang yang
mendapatkan lailatulqadar.
Wahai saudaraku para perindu surga yang
dirahmati Allah swt….
Berkaitan dengan upaya kita memburu lailatul qadar, Rasulullah
SAW mengajarkan dan mengajak kita untuk melakukan I’tikaf dan meningkatkan volume ibadah kita di sepuluh akhir
bulan Ramadhan ini. Imam Ibnu Qoyyim ra. berkata; Maksud I’tikaf adalah
menghubungkan ruh dan hati orang yang ber-I’tikaf itu dengan Dzat Allah SWT,
yang Maha Suci yaitu memutuskan hubungannya dengan selain Allah SWT, memusatkan
perhatiannya hanya kepada Allah dan mengalihkan kesibukannya dari selain Allah
SWT, kepada Dzat-Nya yang Maha Suci untuk menumbuhkan kecintaan kepada Allah. Sebagaimana
Rasulullah contohkan sebagai berikut;
وَعَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله
عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ
رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ -
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya : 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila memasuki sepuluh hari --
yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan-- mengencangkan kain sarungnya,
menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. Muttafaq Alaihi.
وَعَنْهَا:
- أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ
اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
Artinya : “Dari 'Aisyah Radliyallaahu
'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari
bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri'tikaf
sepeninggalnya”. Muttafaq Alaihi.
Seorang ulama besar Imam Malik
memberikan contoh kepada kita, apa yang ia lakukan jika telah memasuki
Ramadhan. Beliau menutup kitab-kitabnya, tidak berfatwa dan tidak melayani
berdiskusi dengan orang lain. Ia hanya mengambil Al-Qur’an dan berkata, “Bulan
ini adalah bulan Ramadhan, bulannya Al-Qur’an” ia lalu pergi ke masjid dan
menetap di dalamnya, memperbanyak shalat, tilawah dan dzikir sampai bulan
Ramadhan berlalu.
Lihat pula Imam Ahmad ra. Apabila
Ramadhan tiba, lelaki alim yang tekun beribadah ini memasuki masjid dan menetap
di dalamnya. Di sana ia bertasbih dan beristighfar. Setiap kali wudhunya batal
ia segera memperbaharui wudhunya, ia tidak pernah pulang ke rumahnya kecuali
untuk makan, minum dan tidur. Ia berkata, “Bulan ini adalah bulan yang akan
menghapus dosa-dosa, kami tidak ingin menyamakannya dengan bulan-bulan yang
lain yang terkadang kami isi dengan perbuatan maksiat, salah dan dosa.”
Imam
Malik dan Imam Ahmad ra, melakukan itu karena mereka sadar, bahwa Ramadhan itu
sangat mahal dan terbatas, sebatas hidup mereka di dunia. Mereka harus
beribadah lebih banyak di bulan itu supaya tidak menyesal karena kehilangan
kesempatan yang sangat berharga.
Wahai
saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah swt….
Jelaslah bahwa
Lailatul Qodar adalah malam kemuliaan yang penuh dengan keutamaan. Oleh karena
itu, sudah selayaknya umat Islam sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW serta beriman kepada Al-Qur’an dan hari akhir, memburu
kebaikan dan keberkahan dari malam Lailatul Qodar dengan melaksanakan ibadah
shaum dan qiyam Ramadhan dengan sebaik-baiknya serta menambah amal-amal shaleh
lainnya, seperti ; membaca dan mengkaji Al-Qur’an serta memperbanyak shadaqah
di malam malam yang dijanjikan akan turun Lailatul Qodar, yakni pada sepuluh
malam terakhir (asyrul awakhir) dari
bulan Ramadhan. Selain memburu Lailatul Qodar dengan memperbanyak amal shalih
dan memohon ampunan untuk diri dan keluarga, hendaknya kita umat Islam banyak
berdo’a bagi keselamatan bangsa dan negara yang kian terpuruk ini serta memohon
kepada Allah SWT agar digerakkan hati para ulama dan pejuang Islam untuk terjun
ke lapangan dakwah mengubah nasib bangsa dan Negara muslim terbesar ini agar
Islam berdaulat di bumi pertiwi ini. Wallahul
musta’an!
Ramadhan adalah musim
semi bagi sebuah pohon taqwa, setelah selama sebelas bulan lalu daun-daunnya
berguguran ditimpa kemarau ibadah. Ranting-rantingnya nyaris patah diterpa
angin maksiat. Ramadhan datang untuk mengembalikan keindahan pohon taqwa,
dengan memberikan naungan berjuta kebaikan, serta memberi buah ibadah sepanjang
musim dengan izin Rabb-nya. Sehingga ketika gema hari kemenangan menggaung
membahana di seluruh penjuru bumi, maka fajar kegembiraan di hari raya
‘Idul Fitri itu dapat kita rasakan keindahannya
dalam rajutan tali silaturrahim dengan bersuka cita serta memungkinkan kita
berada dalam keadaan taqwa sepanjang tahun yang akan datang.
Hadirin, marilah kita
merenung sejenak. Dahulu kita lahir sendiri. Tidak punya apa-apa. Sebagian kita
mungkin kemudian punya begitu banyak karunia, rezeki dan kenikmatan lainnya.
Tumbuh menjadi pintar, dewasa, dan mungkin kaya. Bagi sebagian kita, mungkin
semua itu tinggal kisah masa lalu. Sebagian yang lain mungkin sedang mencoba
mewariskan kebesaran itu pada anak cucunya. Sebagian lagi mungkin tanpa bisa
mengelak, tengah bersiap-siap mengubur kebesaran itu menjadi masa lalu yang
hanya akan menjadi prasasti kenangan.
Dahulu kita lahir
sendiri. Tidak punya apa-apa. Bila kita menjadi ramai bersama orang lain, atau
menjadi punya begitu banyak apa-apa, sejujurnya, ada saat segalanya seperti
jarum jam yang berputar kembali ; kita kembali sendiri dan tak punya apa-apa.
Maka di Ramadhan yang
mulia ini, saat sumber kekayaan spiritual dilapangkan luas-luas, saat bermacam
karunia tak diberikan pada bulan lainnya, harus ada kekhawatiran bagi kita,
jangan-jangan ini Ramadhan terakhir kita.
Wallaahu a’lam
bishshowaab.
Oleh : Ali Zaidi
Al-Khoththoth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar