Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang
budaya jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi
budaya jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi
Hanya saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah,
sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam,
sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam,
maka yang paling prihatin dan menjadi sasaran adalah ummat Islam.
Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu telah melanda seluruh dunia,
namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin
yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif.
Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu telah melanda seluruh dunia,
namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin
yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif.
Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan lewat aneka
media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,
dan buku-buku yang merusak akhlak.
media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,
dan buku-buku yang merusak akhlak.
Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu.
Bukan hanya di Indonesia, namun di negara-negara lain pun terlanda gelombang
dahsyat yang amat merusak ini.
Bukan hanya di Indonesia, namun di negara-negara lain pun terlanda gelombang
dahsyat yang amat merusak ini.
Bukti dari meratanya musibah itu, kita simak suatu penuturan kenyataan yang dirasakan
oleh masyarakat Muslim di negeri lain, walaupun negerinya relatif telah ketat dalam
menyensor tayangan televisi. Bagaimana keluhan yang ditulis pemerhatinya,
oleh masyarakat Muslim di negeri lain, walaupun negerinya relatif telah ketat dalam
menyensor tayangan televisi. Bagaimana keluhan yang ditulis pemerhatinya,
kita simak sebagai berikut:
Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan
secara dini... dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang
secara dini... dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang
sangat mengerikan yang dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat.
Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian Charterz (seorang peneliti)
yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata:
“Sesungguhnya pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno,
dan visualisasi (penampakan gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film
menanamkan rasa senang kepada jiwa para penonton, dan membangkitkan
syahwat bagi para remaja dengan cara yang sangat membahayakan
dan visualisasi (penampakan gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film
menanamkan rasa senang kepada jiwa para penonton, dan membangkitkan
syahwat bagi para remaja dengan cara yang sangat membahayakan
bagi kalangan anak-anak itu amat sangat berbahaya.”
Peneliti ini telah mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan
untuk anak-anak sedunia, ia mendapatkan bahwa:
untuk anak-anak sedunia, ia mendapatkan bahwa:
- 29,6% film anak-anak bertemakan seks
- 27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan
- 15% film anak-anak berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan.
Terdapat pula film-film yang menampilkan kekerasan yang
menganjurkan untuk balas dendam, memaksa, dan brutal.
menganjurkan untuk balas dendam, memaksa, dan brutal.
Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa berlebihan dalam menonton
program-program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan cenderung
kepada sifat dendam dan merasa puas dengan nilai-nilai yang menyimpang.
program-program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan cenderung
kepada sifat dendam dan merasa puas dengan nilai-nilai yang menyimpang.
(Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-tanda atas anakku,
Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28).
Jangkauan lebih luas
Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu tidak menjadi peringatan
bagi paraperusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkannya, sebab diproduksi
dengan VCD dan CD yang ditonton oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek,
di rumah masing-masing.
bagi paraperusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkannya, sebab diproduksi
dengan VCD dan CD yang ditonton oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek,
di rumah masing-masing.
Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan
atau dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana
atau dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana
penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat Islam.
Belum lagi internet (home page) dari kalangan orang-orang yang tak bertanggung jawab
Belum lagi internet (home page) dari kalangan orang-orang yang tak bertanggung jawab
yang menampilkan situs-situs ataupun gambar-gambar yang merusak akhlaq dan aqidah.
Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka.
Sedangkan ALLAH swt memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api neraka.
Sedangkan ALLAH swt memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api neraka.
Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS At-Tahriim/ 66:6).
(QS At-Tahriim/ 66:6).
Sirkulasi perusakan akhlaq dan aqidah
Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat berbagai
jalur itu penduduk dunia --dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok oleh
jalur itu penduduk dunia --dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok oleh
syetan-syetan perusak jahiliyah, di antaranya disodorkan lewat televisi, film-film di VCD,
CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku, majalah, tabloid dsb.
Bacaan dan cerita pun demikian.
Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu
telah mengeroyok muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak
telah mengeroyok muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak
aqidah dan akhlaq dalam bentuk diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru
dan mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam kehidupan sehari-hari
yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar
yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar
itupun mengepung ummat Islam.
Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung kemaksiatan itupun
diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara,
diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara,
ada yang dengan paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga toko dengan
pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak dengan aneka
budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang
sifatnya tontonan sampai praktek paksaan.
sifatnya tontonan sampai praktek paksaan.
Nabi Muhammad saw. memperingatkan agar ummat Islam tidak mematuhi
suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt.
suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt.
“Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah
Tabaraka wa Ta’ala. ( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).
Sikap ummat Islam
Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang
dahsyat itu.Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid,
dahsyat itu.Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid,
di majlis-majlis ta’lim pengajian, di tempat-tempat pendidikan, dan di rumah
masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya menonton televisi karena hampir
tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar mudharatnya.
Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya.
Kemungkinan, tinggal sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding
pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk.
pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk.
Ummat Islam golongan pertama yang ingin mempertahankan aqidah dan akhlaq
anak-anaknya itu di zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan
menghindar dariserangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang
sekiranya aman dari aneka “peluru”yang ditembakkan. Sungguh!
anak-anaknya itu di zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan
menghindar dariserangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang
sekiranya aman dari aneka “peluru”yang ditembakkan. Sungguh!
Golongan kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya.
Diam-diam masyarakat Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang
Diam-diam masyarakat Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang
sebenarnya merusak akhlaq dan aqidah itu dengan senang hati. Mereka beranggapan,
apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor, sudah ada yang bertanggung jawab,
apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor, sudah ada yang bertanggung jawab,
berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa risih apalagi bersalah.
Hingga mereka justru mempersiapkan aneka makanan kecil untuk dinikmati
sambil menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu.
Sehingga mereka pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu,
Sehingga mereka pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu,
dan ingin mempraktekkan dalam kehidupan. Tahu-tahu, mereka secara bersama-sama
dengan yang lain telah jauh dari agamanya.
Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap
orang awam tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau
anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku yang ditayangkan itu.
Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar),
atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top
yang mendapat bayaran banyak. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah.
Yang penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal.
Untuk mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya
termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah.
Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu.
orang awam tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau
anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku yang ditayangkan itu.
Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar),
atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top
yang mendapat bayaran banyak. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah.
Yang penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal.
Untuk mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya
termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah.
Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu.
Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan
golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak
akhlaq dan aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak akhlaq dan aqidah itu-- digabung dengan
golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan maksiat,
maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang
golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak
akhlaq dan aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak akhlaq dan aqidah itu-- digabung dengan
golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan maksiat,
maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang
mempertahankan akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas.
Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat lebih jauh mengunggulkan pelawak
daripada ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiai.
Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget
daripada imam masjid dan khatib.
daripada ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiai.
Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget
daripada imam masjid dan khatib.
Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu drastis secara akal,
tetapi justru secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’
yang tak didengar, namun Kalamullah pun sudah banyak tidak didengar. Sehingga,
suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat
daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Astaghfirulaahal ‘adhiem.
tetapi justru secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’
yang tak didengar, namun Kalamullah pun sudah banyak tidak didengar. Sehingga,
suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat
daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Astaghfirulaahal ‘adhiem.
Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya masyarakat
secara drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi.
secara drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi.
Tidak tahu mana yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang).
Bahkan dalam praktek sering mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada
yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT.
Bahkan dalam praktek sering mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada
yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT.
Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan dicabutnya
ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik.
Allah SWT berfirman:
ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11).
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11).
Mencampur kebaikan dengan kebatilan
Kenapa masyarakat menjadi tidak tahu membedakan kebaikan dan keburukan?
Karena“guru utama mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah
Karena“guru utama mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah
menampilkan aneka macam yang campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya
iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan
terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan acara tentang ajaran kebaikan,
nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno,
merusak akhlaq, merusak aqidah, menganjurkan kesadisan.
iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan
terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan acara tentang ajaran kebaikan,
nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno,
merusak akhlaq, merusak aqidah, menganjurkan kesadisan.
Lalu ditayangkan aneka macam perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu mendidik.
Sehingga, para penonton lebih-lebih anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk. Masyarakat pun demikian. Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga
dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim yang tadinya mampu membedakan yang haq
dari yang batil, berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan segala cara,
permisive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja.
dari yang batil, berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan segala cara,
permisive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja.
Munculnya masyarakat permisive itu karena adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap
aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil.
Yang ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus,
ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah SWT telah melarang
pencampur adukan antara yang haq dengan yang batil:
aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil.
Yang ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus,
ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah SWT telah melarang
pencampur adukan antara yang haq dengan yang batil:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah
kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).
kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).
Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara terus menerus,
akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/benar dan menyingkirkan
yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang membolehkan kedua-duanya berjalan,
akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan merajalelanya kebatilan,dan akibatnya pula
menumbuhkan jiwa yang berpandangan serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiiwa yang tidak bisa
lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Padahal, orang yang melihat
kemunkaran (keburukan) sedang dia hanya mampu merubah dengan hati
(yaitu dengan membenci keburukan/kemunkaran itu) saja tinggal selemah-lemah iman.
kemunkaran (keburukan) sedang dia hanya mampu merubah dengan hati
(yaitu dengan membenci keburukan/kemunkaran itu) saja tinggal selemah-lemah iman.
Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,
mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya di mana?
Tidak adanya iman lagi itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat Islam
dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada
dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada
ummat Islam sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara kebaikan dan
keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya kita untuk membentengi keimanan kita?
Dari Buku “Tasawuf, Pluralisme dan Pemurtadan”
Penulis: H. Hartono Ahmad Jaiz
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar