Menurut Ibnu Qayyim, lebih seratus masalah yang diperselisihkan dua sahabat ini.
Ikhtilaf di tengah ummat tidak hanya terjadi saat ini. Jauh sebelum ini,
bahkan masih pada masa Nabi Salallaahu 'alaihi wa salam perbedaan pendapat itu
sudah terjadi. Kadang-kadang Nabi membenarkan salah satu di antara sahabat yang
sedang berselisih. Dalam hal-hal tertentu perbedaan itu dibiarkan saja.
Antara Abu bakar dan Umar bin Khaththab sering terjadi selisih pendapat,
baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Di masa Rasulullah masih hidup, maka beliaulah yang selalu menjadi penengahnya.
Kata putus atas sengketa pendapat itu selalu diambil oleh Rasulullah sehingga
keduanya ikhlas menerima keputusan tersebut. Sesekali pendapat Abu Bakar
yang dibenarkan Nabi, pada kali lain justru pendapat Umar yang dipakai.
Siapapun yang "dimenangkan" tak merasa besar hati, sementara yang "dikalahkan"
tak harus merasa rendah diri.
Ketika Rasulullah wafat, pun sudah ada ketegangan akibat beda pendapat antar
para sahabat. Mereka berselisih paham mengenai tempat pemakaman Rasulullah Saw.
Yang lebih besar lagi, mereka pun berselisih pendapat mengenai suksesi
kepemimpinan sesudah Rasulullah Saw.
Kejadian di Bani Tsaqifah yang begitu tegang, hampir-hampir meruntuhkan
persatuan mereka. Masing-masing pihak merasa sebagai pemimpin
yang berhak memberi keputusan.
Namun karena mereka adalah manusia-manusia pilihan yang dikader langsung oleh
Nabiyullah Muhammad Saw, mereka mendasarkan perbedaan pendapat tersebut
dari niat yang ikhlas, maka mereka pun berhasil menemukan satu kesepakatan.
Akhirnya Umar bin Al Khattab pun membai'at Abu Bakar
dan dikiuti para sahabat yang lain.
Perbedaan pendapat besar antara Umar dengan Abu Bakar pun berulang dalam
berbagai kejadian. Dalam menyikapi suku-suku yang murtad hingga yang mengaku
sebagai nabi palsu seperti Musailamah Al Kadzadzab, juga ketika menyikapi para
tawanan wanita dari kaum yang kalah perang, masalah pembagian tanah hasil
rampasan perang, hingga soal suksesi kepemimpinan. Namun perbedaan-perbedaan
pendapat yang cukup runcing itu sama sekali tidak menimbulkan
perselisihan di antara keduanya.
Begitu juga yang terjadi antara Umar Ibn Khattab dengan Abdullah Ibn Mas'ud,
dua orang sahabat yang sama-sama tak diragukan kedalaman ilmu dan
kecerdasannya kehebatannya oleh ummat. Keduanya berselisih pendapat
dalam banyak hal. Menurut catatan yang dibuat oleh Ibnu Qayyim,
masalah-masalah yang mereka perselisihkan ada lebih dari seratus buah.
Tetapi sebegitu besar perselisihan mereka, tetap saja keduanya bisa
bersatu dalam berbagai kecocokan pula. Sehingga Umar pun
tak ragu menunjuk Abdullah bin Mas'ud sebagai pembantu
dekatnya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Silang pendapat ini bisa terjadi karena banyak sebab. Mungkin karena
latar belakang keluarga, pergaulan, wawasan, tingkat pendidikan,
latar belakang keluarga, pergaulan, wawasan, tingkat pendidikan,
watak dan sikap, serta masih banyak lagi. Allah mentaqdirkan manusia tidak ada
satupun yang sama. Adalah wajar jika di antara manusia terjadi perbedaan
pandangan, perbedaan pendapat dan sikap atas suatu masalah.
Dalam satu soal mungkin ada yang sama pendapatnya, tapi dalam
banyak soal yang lain mungkin berbeda. Yang demikian itu adalah sikap
dasar manusia. Antara suami istri tak bisa dipaksakan untuk sama pendapatnya.
dasar manusia. Antara suami istri tak bisa dipaksakan untuk sama pendapatnya.
Dalam masalah selera saja sudah terjadi perbedaan, apalagi dalam hal pendapat.
Perbedaan pendapat antara suami dan istri baru menjadi persoalan jika
keduanya tidak terdapat sikap saling menerima dan menyesuaikan.
Perbedaannya bukan persoalan. Yang menjadi soal
adalah bagaimana mengelola (managing) perbedaan itu.
Rasulullah Saw adalah sosok manejer yang sukses. Beliau tidak hanya berhasil
memadukan perbedaan antar individu sahabatnya, tapi juga memadukan
perbedaan suku, ras dan golongan di bawah kepemimpinan Islam.
perbedaan suku, ras dan golongan di bawah kepemimpinan Islam.
Beberapa kabilah yang awalnya berselisih, bahkan sering angkat senjata,
di bawah kepemimpinannya, mereka dipersatukan sembari tetap memaksimalkan
aktualisasi berbagai sumberdayanya. Andaikata saat ini ada figur pemimpin
yang diakui keberadaannya oleh semua kalangan dan golongan, yang mempunyai
tingkat kemampuan manejerial yang tinggi, berbagai perbedaan
di kalangan ummat Islam tak perlu menghasilkan
di kalangan ummat Islam tak perlu menghasilkan
permusuhan, apalagi sampai ke tingkat perang.
Beberapa poin yang bisa dilakukan untuk mencegah
perselisihan yang buruk adalah sebagai berikut:
1. Tujuannya Mencari Kebenaran
Mereka yang melakukan berbagai perbuatan, menghasilkan berbagai pemikiran dan
pendapat, dengan tujuan mencari kebenaran, ia akan bisa ikhlas dalam menghadapi
segala permasalahan, termasuk di antaranya jika harus berbeda pendapat.
Jika kebenaran yang dijadikan tujuan, maka biar pun pendapat pribadi
ternyata keliru, buat mereka tak jadi masalah. Ketika kebenaran
ditemukan, tak peduli siapa yang membawakan, akan mereka
terima dengan baik, walau harus menyalahkan pendapat sendiri.
Sebaliknya mereka yang hanya bertujuan mengunggulkan diri sendiri,
cenderung enggan menerima pendapat orang lain. Jika di hati kecilnya
sedikit muncul rasa kagum terhadap pendapat orang lain, cepat ditepisnya
karena khawatir ummat akan berpaling darinya. Bahkan demi
mempertahankan pendapatnya, ia rela memutarbalikkan fakta maupun
mempertahankan pendapatnya, ia rela memutarbalikkan fakta maupun
ayat-ayat Allah, demi menjatuhkan pendapat orang lain.
2. Berbaik Sangka
Hanya mereka yang ikhlas sajalah yang mampu berbaik sangka kepada orang
yang melawan pendapatnya. Mereka yang bisa berbaik sangka kepada 'lawannya',
selanjutnya akan bisa menemukan hal-hal positif yang dimiliki orang lain.
Tetapi jika penyakit buruk sangka telah menyerang, hampir bisa dipastikan
perselisihan akan mudah berkobar, mengingat hampir semua perbuatan 'lawan'
akan dinilai negatif. Bahkan perbuatan maupun pendapat yang baik pun
bisa menjadi salah karena adanya buruk sangka ini.
3. Koreksi Diri
Manakala seseorang siap untuk mengeluarkan sebuah pendapat,
berarti ia pun harus siap untuk mengoreksi diri. Koreksi diri ini sudah
harus dipraktekkan begitu ada perbedaan pendapat yang ditemui di lapangan.
Bahkan sudah harus dilakukan sebelum seseorang memulai berargumentasi
mempertahankan pendapatnya. Setelah koreksi diri dilakukan, ada perbaikan
kualitas diri, barulah kita bisa mempertahankan pendapat
kita dengan argumentasi kuat.
kita dengan argumentasi kuat.
4. Berlapang Dada
Ketika Rasulullah Saw wafat, Umar ibn Khattab RadhiAllaahu 'anhu marah,
kemudian berdiri di atas podium dan sambil menghunus pedang mengancam
akan membunuh siapa saja yang berani mengatakan bahwa Rasulullah telah wafat.
Orang banyak ketakutan melihat kemarahan Umar itu.
Kemudian datanglah Abu Bakar mendekatinya dan mengingatkan Umar,
akan ayat-ayat Allah antara lain surat az-Zumar 30 yang menyebutkan bahwa
siapapun akan mati, dan surat Ali Imraan 144 yang mengingatkan agar setelah
wafat Rasulullah ummat tidak murtad karenanya.
Mendengar peringatan itu, luluhlah hati Umar, dan mengakui kebenaran
pendapat Umar. Walaupun saat itu beliau berada di depan orang banyak,
beliau tak merasa malu untuk mengakui kesalahannya. Dengan ikhlas Umar
bisa berlapang dada tanpa harus merasa malu.
5. Jauhi Kegaduhan dan fitnah
Disebutkan oleh Al Ajiri dalam kitabnya "Akhlaq Al Ulama",
apabila seorang ulama ditanya tentang suatu masalah yang ia tahu dapat
dian berusaha mengarahkan si Penanya pada pertanyaan-pertanyaan lain
yang lebih baik, tanpa membuat si Penanya tersinggung atau kecewa.
Perselisihan akan semakin tajam, jika seorang pemimpin maupun ulama
justru memancing reaksi umat dengan ucapan dan pendapatnya yang kontroversial.
Hal-hal yang sudah sependapat tidak diangkat, justru yang rawan fitnah yang
diperbincangkan. Jika umat sedang banyak mengalami konflik antar golongan,
justru pendapat-pendapat kotroversial mengenai perbedaan golongan yang ia
tonjolkan, dengan mengangkat kepentingan satu golongan
dan mengabaikan golongan yang lain.
Atau pendapat yang kontroversial diluncurkan, demi menonjolkan
namanya sebagai ulama, atau dilakukan untuk mengubah perhatian umat
kepada kesalahan-kesalahan yang pernah ia lakukan.
6. Tidak Berdebat
Perbedaan pendapat akan menjadi berbahaya jika diikuti oleh perdebatan,
seperti dipesankan hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan Muslim bin Yassar,
"Waspadalah kamu terhadap perdebatan, karena sesungguhnya ia merupakan
saat ketidaktahuan orang yang berilmu dan karenanya setan mencari kesalahannya."
Rasulullah Saw pun bersabda pula, "Barangsiapa tidak mau berdebat karena
mengaku salah, maka dia akan dibangunkan sebuah rumah di sekitar surga.
Barangsiapa tidak mau berdebat karena mengaku benar maka dia akan dibangunkan
sebuah rumah di tengah-tengah surga. Dan barangsiapa yang membaguskan akhlaq-akhlaqnya maka dia akan dibangunkan sebuah rumah di bagian atas surga."
(Diriwayatkan oleh At Tirmidzi yang menilainya sebagai hadits hasan.
Sementara Al-Albani menganggapnya sebagai hadits shahih dalam
'Shahih At Targhib Wa At Tarhib') (Hamim Thohari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar